KORELASI
AKHLAK DENGAN BIDANG KESEHATAN
A. Pendahuluan
Akhlak dari
kata Al-Akhlak, jamak dari Al-khuluq yang artinya kebiasaan, perangai, tabiat
dan agama. Menurut Al Gazali, kata akhlak sering diidentikkan
dengan kata kholqun (bentuk lahiriyah) dan Khuluqun (bentuk batiniyah), jika
dikaitkan dengan seseorang yang bagus berupa kholqun dan khulqunnya, maka
artinya adalah bagus dari bentuk lahiriah dan rohaniyah. Dari dua istilah
tersebut dapat kita pahami, bahwa manusia terdiri dari dua susunan jasmaniyah
dan batiniyah. Untuk jasmaniyah manusia sering menggunakan istilah kholqun,
sedangkan untuk rohaniyah manusia menggunakan istilah khuluqun.
Akhlak disebut juga ilmu tingkah
laku / perangai (Imal-Suluh) atau Tahzib al-akhlak (Filsafat akhlak), atau
Al-hikmat al-Amaliyyat, atau al-hikmat al- khuluqiyyat. Yang dimaksudkan dengan
ilmu tersebut adalah pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk
mensucikannya. Dalam bahasa Indonesia akhlak dapat diartikan dengan moral,
etika, watak, budi pekerti, tingkah laku, perangai, dan kesusilaan.
B. Kolerasi
akhlak dengan Bidang Kesehatan
Akhlak
sangat berpengaruh pada diri kita terutama pada kesehatan, karena setiap perbuatan
memiliki dampak positif dan negatif. Jadi ketika kita berperilaku baik maka
dampak pada kesehatan kita pun baik. Begitupun sebaliknya jika perilaku kita
buruk maka dampak pada kesehatan kita pun buruk. Contoh korelasi akhlak dengan
bidang kesehatan :
1.
Etika makan dan minum
Dalam kegiatan makan dan minum ada
beberapa etika yang harus dipatuhi seperti berikut ini :
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah makan. Bahkan dinyatakan
dalam hadist Nabi SAW menganjurkan untuk
berwudhu setelah dan sebelum makan. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
b. Membaca basmalah sebelum makan dan mengucapkan hamdalah sesudah
makan.
c. Jangan mencela makanan yang dihidangkan. Disebutkan dalam sebuah
hadist bahwa Rasulullah tidak pernah mencela makanan. Bila beliau suka maka
beliau memakannya, bila tidak suka beliau meninggalkannya dengan sopan
(H.R.Bukhari Muslim)
d. Tidak boleh makan sambil bersandar sebab cara seperti ini
menunujukan kesombongan dan merugikan kesehatan tubuh khususnya pencernaan.
e. Makan dan minum harus sambil duduk.
f. Jangan makan dan minum terlalu kenyang (berlebihan). Nabi
Muhammad SAW bersabda menyuruh kita untuk mengisi perut sepertiganya untuk
makan, minum, udara. (HR. Ahmad dan tirmidzi).
2. Etika
Bersin dan Menguap
a.Hendaklah orang yang bersin mengucapkan: “Segala puji
bagi Allah Tuhan semesta alam.”
b.Hendaklah pendengar menjawab: “Semoga Allah menyayangimu.”
c.Orang bersin menjawab pula: “Semoga Allah menunjukanmu kejalan yang benar dan membalas kebajikanmu” (HR. Bukhari). Lakukanlah
hal itu sekalipun orang yang bersin melakukan bersin sampai sebanyak tiga kali
(HR. Tirmidzi).
d. Menutup mulut dengan tangan atau sapu tangan dan merendahkan
suara serendah mungkin (HR. Abu Daud, Ahmad, Muslim dan Tirmidzi). Rasulullah
saw. membenci orang yang bersin atau menguap dengan suara keras (HR. Ibnu
Sini).
e.Bila yang bersin adalah non-Muslim, ucapkanlah: “Semoga
Allah memberimu petunjuk” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
f.Berbeda dengan bersin, menguap harus dihindari sedapat
mungkin yang dilukiskan oleh Nabi saw. sebagai perbuatan setan (HR. Bukhari).
3.Pengaruh sholat malam terhadap kesehatan
Sebuah penelitian ilmiah membuktikan, shalat
tahajjud membebaskan seseorang dari berbagai penyakit. Berbahagialah Anda yang
rajin shalat tahajjud. Di satu sisi pundi-pundi pahala Anda kian bertambah, di
sisi lain, Anda pun bisa memetik keuntungan jasmaniah. Insya Allah, Anda bakal
terhindar dari berbagai penyakit.
Itu
bukan ungkapan teoritis semata, melainkan sudah diuji dan dibuktikan melalui
penelitian ilmiah. Penelitinya dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel
Surabaya,Mohammad Sholeh, dalam usahanya meraih gelar doktor. Sholeh
melakukan penelitian terhadap para siswa SMU Lukmanul Hakim Pondok Pesantren
Hidayatullah Surabaya yang secara rutin
menunaikan shalat tahajjud.
Shalat tahajjud yang dilakukan di penghujung malam yang sunyi,
kata Sholeh, bisa mendatangkan Ketenangan.
Sementara ketenangan itu sendiri terbukti mampu meningkatkan ketahanan tubuh
imunologik, mengurangi resiko terkena penyakit jantung dan meningkatkan usia
harapan hidup.
Sebaliknya,
bentuk-bentuk tekanan mental seperti Stres maupun Depresi membuat seseorang
rentan terhadap berbagai penyakit, infeksi dan mempercepat perkembangan sel
kanker serta meningkatkan metastasis (penyebaran sel kanker). Tekanan mental
itu sendiri terjadi akibat gangguan irama sirkadian (siklus bioritmik manusia)
yang ditandai dengan peningkatan Hormon Kortisol. Perlu diketahui, Hormon
Kortisol ini biasa dipakai sebagai tolok ukur untuk mengetahui kondisi
seseorang apakah jiwanya tengah terserang stres, depresi atau tidak.
Untungnya,
kata Sholeh, Stres Bisa
Dikelola. Dan pengelolaan itu bisa dilakukan dengan cara edukatif atau
dengan cara Teknis Relaksasi atau Perenungan/Tafakur dan umpan balik hayati
(bio feed back). "Nah, shalat tahajjud mengandung aspek meditasi dan
relaksasi sehingga dapat digunakan sebagai coping
mechanism atau pereda stres yang akan meningkatkan ketahanan tubuh
seseorang secara natural.
4. Kolerasi puasa
dengan kesehatan mental
Dalam
Islam pengembangan kesehatan mental terintegrasi dalam pengembangan pribadi
pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil
sampingan dari kondisi yang matang secara emosional, intelektual, dan sosial,
serta matang keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini
tampak sejalan dengan ungkapan lama the man behind the gun, yang
menunjukkan bahwa unsur penentu dari segala urusan ternyata adalah unsur
manusianya juga, atau dalam tulisan ini lebih tepat diganti menjadi the
man behind the system.
Dengan demikian, jelas dalam Islam betapa pentingnya
pengembangan pribadi untuk meraih kwalitas insan paripurna, yang otaknya sarat
dengan ilmu-ilmu bermanfaat, bersemayam dalam kalbunya iman dan taqwa kepada
Tuhan, sikap dan perilakunya meralisasikan nilai-nilai kiislaman yang
mantap dan teguh, wataknya terpuji, dan bimbingannya kepada masyarakat
membuahkan keimanan, rasa kesatuan, kemandirian, semangat kerja tinggi, kedamaian
dan kasih sayang. Insan demikian pastilah jiwanya sehat. Suatu tipe
manusia ideal dengan kwalitas yang mungkin sulit dicapai, tetapi dapat
dihampiri melalui berbagai upaya yang dilakukan secara sadar, aktif, dan
terencana.
Ditinjau secara ilmiyah, puasa dapat memberikan
kesehatan jasmani maupun ruhani. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil
penelitian yang dilakukan para pakar. Penelitian Nicolayev, seorang guru besar
yang bekerja pada lembaga psikiatri Mosow (the Moskow Psychiatric Institute),
mencoba menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Dalam usahanya itu, ia
menterapi pasien sakit jiwa dengan menggunakan puasa selama 30 hari. Nicolayev
mengadakan penelitian eksperimen dengan membagi subjek menjadi dua kelompok
sama besar, baik usia maupun berat ringannya penyakit yang diderita. Kelompok
pertama diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sedangkan kelompok kedua
diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompom tadi dipantau
perkembangan fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologis. Dari
eksperimen tersebut diperoleh hasil yang sangat bagus, yaitu banyak pasien yang
tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik, ternyata bisa disembuhkan dengan
puasa. Selain itu kemungkinan pasien tidak kambuh lagi selama 6 tahun kemudian
ternyata tinggi. Lebih dari separoh pasien tetap sehat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Alan Cott
terhadap pasien gangguan jiwa di rumah sakit Grace Square, New York juga
menemukan hasil sejalan dengan penelitian Nicolayev. Pasien sakit jiwa ternyata
bisa sembuh dengan terapi puasa.
Ditinjau dari segi penyembuhan kecemasan, dilaporkan
oleh Alan Cott, bahwa penyakit seperti susah tidur, merasa rendah diri, juga
dapat disembuhkan dengan puasa.Percobaan psikologi membuktikan bahwa puasa
mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Hal ini dikaitkan dengan prestasi
belajarnya. Ternyata orang-orang yang rajin berpuasa dalam tugas-tugas kolektif
memperoleh skor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
berpuasa.
Di samping hasil penelitian di atas, puasa juga
memberi pengaruh yang besar bagi penderita gangguan kejiwaan, seperti insomnia,
yaitu gangguan mental yang berhubungan dengan tidur. Penderita penyakit ini
sukar tidur, namun dengan diberikan cara pengobatan dengan berpuasa, ternyata
penyakitnya dapat dikurangi bahkan dapat sembuh.
Dari segi sosial, puasa juga memberikan sumbangan
yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari kendala-kendala yang timbul di
dunia. Di dunia ini ada ancaman kemiskinan yang melanda dunia ketiga khususnya.
Hal ini menimbulkan beban mental bagi sebagian anggota masyarakat di
negara-negara yang telah menikmati kemajuan di segala bidang. Menanggapi
kemiskinan di dunia ketiga, maka di Amerika muncul gerakanHunger Project.
Gerakan ini lebih bersifat sosial, yaitu setiap satu minggu sekali atau satu
bulan sekali mereka tidak diperbolehkan makan. Uang yang semestinya digunakan
untuk makan tersebut diambil sebagai dana untuk menolong mereka yang miskin
(Ancok, 1995:57).
Apabila hal di atas dikaitkan dengan dakwah Islam,
maka dengan tujuan amal ibadah, puasa yang kita lakukan mempunyai aspek sosial
juga, yaitu selama satu bulan kita menyisihkan uang yang biasa kita
belanjakan pada hal-hal yang kurang bermanfaat, misalnya Rp. 2000,-/hari, maka
dalam satu bulan akan terkumpul sebanyak Rp. 60.000,- untuk satu orang. Apabila
seluruh umat Islam di Indonesia berpuasa, maka berapa banyak uang yang
terkumpul dengan metode ini??? Dan kemudian uang tersebut digunakan untuk
santunan sosial.
Ibadah puasa yang dikerjakan bukan karena iman
kepada Allah biasanya menjadikan puasa itu hanya akan menyiksa diri saja.
Adapun puasa yang dikerjakan sesuai ajaran Islam, akan mendatangkan keuntungan
ganda, antara lain: ketenangan jiea, menghilangkan kekusutan pikiran,
menghilangkan ketergantungan jasmani dan rohani terhadap kebutuhan-kebutuhan
lahiriyah saja.
Menurut Hawari (1995:251), puasa sebagai
pengendalian diri (self control). Pengendalian diri adalah salah satu
ciri utama bagi jiwa yang sehat. Dan amnakala pengendalian diri seseorang
terganggu, maka akan timbul berbagai reaksi patologik (kelainan)
baik dalam alam pikiran, perasaan, dan perilaku yang bersangkutan. Reaksi patologik yang
muncul tidak saja menimbulkan keluhan subyektif pada diri sendiri, tetapi juga
dapat mengganggu lingkungan dan juga orang lain.